Peduli Bencana Sumbar SMAN I Lirik Donasi Melalui Yayasan Kartika PPAI
15 Desember 2025
RENGAT - Analisis dan Perancangan Strategi Pengelolaan Keuangan Publik khususnya pada Dinas Perhubungan Kabupaten Indragiri Hulu dalam Meningkatkan Kinerja Fiskal Daerah dapat dilakukan dengan kajian komprehensif yang mengintegrasikan kinerja keuangan Dinas Perhubungan (Dishub) dengan struktur fiskal daerah secara keseluruhan dengan menggunakan kerangka kerja akademik dan profesional yang berbasis pada studi kasus umum Dishub di daerah.
Jika diidentifikasi melalui Struktur Pendapatan Daerah (APBD Kab. Inhu) maka kinerja Dishub sangat dipengaruhi oleh kesehatan fiskal APBD Inhu secara keseluruhan. Jika dilihat dari beberapa sumber pendapatan diantaranya Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya terfokus pada retribusi parkir pada tepi jalan umum dan retribusi jasa pemanfaatan aset daerah, hal tersebut menentukan kualitas fiskal yang menunjukkan bahwa kemandirian fiskal Dishub masih rendah dengan dilihat adanya beberapa objek potensial yang belum dimaksimalkan dan pemanfaatan aset diluar prosedur.
Sumber pendapatan lainnya berupa Dana Transfer dari Pusat maupun Provinsi melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dapat difokuskan untuk pembiayaan infrastruktur seperti Alat Penerangan Jalan, Rambu Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalulintas dan Marka Jalan, yang mana hal ini menentukan bahwa anggaran Dishub sebagian besar bergantung pada DAU dan DAK yang penggunaannya sudah ditentukan, sedangkan ditinjau dari sumber lain-lain pendapatan sah seperti pinjaman daerah ataupun hibah jarang terjadi untuk pembiayaan proyek perhubungan strategis seperti pembangunan pelabuhan sungai dan dermaga rakyat.
Analisis Kinerja Keuangan Publik diukur menggunakan rasio keuangan publik dengan asumsi data APBD Inhu tersedia selama setahun terakhir, maka jika dilihat dari Rasio Efektivitas PAD menunjukkan bahwa persentase realisasi retribusi Dishub sebesar 110% dari target yang ditetapkan pada Tahun 2025 dan proporsi kontribusi Dishub terhadap PAD hanya sebesar 0,49%, sehingga retribusi Dishub belum dapat dioptimalkan sebagai sumber pendapatan daerah. Namun hal tersebut jika dibandingkan dengan efisiensi dan prioritas pada kinerja rasio belanja pegawai sebesar 39% dan rasio belanja modal sebesar 3,9%, menunjukkan bahwa kemandirian fiskal Dishub apabila diukur dengan seberapa besar belanja operasional belum dapat ditutupi oleh PAD yang dihasilkannya sendiri.
Nilai Efektivitas Kebijakan Fiskal Daerah yang Sedang Berjalan diukur dari kemampuan APBD (melalui Dishub) dalam mencapai sasaran pembangunan daerah. Pada area kebijakan peningkatan PAD terdapat beberapa kendala yang menjadi isu khas di Dishub yaitu masih terdapat potensi yang belum dimaksimalkan semuanya, sehingga peningkatan target pendapatan belum bisa ditentukan, dikarenakan masih terdapat fasilitas dan aset yang belum mendukung.
Pada area pelayanan publik terdapat kendala pada terminal yang belum dapat beroperasi secara optimal dan masih kurangnya alat perlengkapan jalan untuk mendukung keselamatan, hal ini disebabkan kurangnya anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan. Keseimbangan belanja anggaran DAK/DAU untuk infrastruktur sering terhambat implementasinya, dikarenakan efektivitas belanja sering terserap di belanja rutin.
Rancang Alternatif Kebijakan Baru Berbasis Data, Teori, dan Best Practice dengan Alternatif peningkatan PAD (digitalisasi) harus mengatasi tantangan dengan didukung oleh teori fiskal dan studi kasus sukses daerah lain seperti halnya Teori Administrative Efficiency (Meningkatkan rasio Efektivitas PAD) yakni melalui kebijakan baru yaitu Implementasi penuh Sistem penuh Sistem e-Retribusi Terintegrasi untuk semua titik strategis dan pemanfaatan aset daerah dengan melihat Studi kasus implementasi Smart Parking di Kota Solo/Surabaya yang berhasil menaikkan PAD sektor parkir hingga 40%-60%.
Sedangkan untuk Alternatif Efisiensi Belanja (Penghematan Operasi) berdasarkan teori Performance-Based Budgeting (Anggaran berbasis Kinerja) dibuat kebijakan baru dengan menerapkan Audit VFM (Value for Money) pada belanja barang/jasa (terutama pemeliharaan). Jika biaya pemeliharaan kendaraan dinas Dishub terlalu tinggi, dipertimbangkan skema leasing atau Outsourcing pemeliharaan dengan melakukan pengurangan anggaran non-prioritas yang tidak terkait langsung dengan keselamatan atau mobilitas.
Pada Alternatif Pembiayaan Inovatif (Infrastruktur) berdasarkan Teori Public Private Partnership (PPP) dan Fiscal Sustainability maka dapat dibuat kebijakan baru dengan mengajukan proyek pembangunan/revitalisasi terminal/pelabuhan sungai melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), bukan murni APBD. Sehingga Pembiayaan proyek infrastruktur publik yang mahal melalui skema User-Pays Principle (Pengguna yang membayar, dibiayai swasta).
Rekomendasi Kebijakan yang Implementatif dan Evidence-Based berfokus pada area PAD (Jangka Pendek) dapat direkomendasikan dengan membuat Pilot Project e-Retribusi dengan menargetkan digitalisasi retribusi pada titik potensial dengan indikator peningkatan retribusi minimal sebesar 20% pada tahun pertama. Pada Belanja (Jangka Menengah) dilakukan re-alokasi belanja dengan memotong 5% Belanja Barang/Jasa yang tidak langsung dan mengalihkannya untuk subsidi/investasi angkutan perintis ataupun alat perlengkapan jalan dengan indikator peningkatan rasio alokasi subsidi angkutan perintis dan bus sekolah diatas 15% dari total belanja modal Dishub.
Pada infrastruktur (Jangka Panjang) dilakukan Feasibilty KPBU untuk revitalisasi Terminal dan Dermaga dengan skema KPBU dengan melihat indikator pendapatan retribusi Terminal dan dermaga yang diserahkan kembali ke daerah (DBH KPBU) ( Penulis, Suta Rama Atmaja NPM 247122054, MAHASISWA PROGRAM ILMU ADMINISTRASI PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM RIAU)